ASAL USUL SUKU BATAK KARO - Karo merupakan Suku Bangsa asli yang bermukim di Pesisir Timur (Ooskust) Sumatera atau bekas wilayah Kresidenan Sumatera Timur, Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini salah satu suku terbesar di Sumatera Utara. Dan dijadikan salah satu nama kabupaten di wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yang bernama Kabupaten Karo. Suku ini berbahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi oleh warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.
Suku Karo bisa disebut suku Batak Karo. Dikarenakan banyaknya marga, kekerabatan, kepercayaan, dan geografis domisilinya yang dikelilingi oleh etnis-etnis Batak. Orang Karo menamakan diri kalak Karo, orang diluar Karo dan tidak mengenal Karo-lah yang memanggil mereka dengan Batak Karo.
Benar atau tidak Karo ini disebut Batak, tergantung persepsi Batak yang ditawarkan. Karena, jika konsep Batak yang ditawarkan adalah Batak yang didasarkan pada hubungan vertikan(geneologi/keturunan darah) seperti yang berlaku di Toba-Batak, bahwa Si Raja Batak merupakan nenek moyang bangsa Batak, maka Karo bukanlah Batak! Ini disebabkan eksistensi Karo yang telah teridentifikasi lebih awal dibanding kemunculan Si Raja Batak ini( Karo jauh sudah ada sebelum kemunculan Si Raja Batak diabad ke-13 Masehi) berdasarkan pada fakta sejarah, logika, tradisi di Karo dan suku-suku lainnya yang disebut Batak. Namun, bila batak didasarkan pada kekerabatan horizontal (solidaritas, teritorial, dan geografis) maka Karo merupakan bagian dari Batak.
Masa Kerajaan Karo
Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" menyatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang mempunyai raja bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan harus sudah ada?, hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darwan Prinst, SH :2004)
Kerajaan Haru-Karo tumbuh dan kembang bersamaan dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya, pengaruhnya tersebar dari Aceh Besar sampai sungai Siak di Riau.
Suku Karo di Aceh Besar dalam bahasa Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya berjudul "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan penduduk asli Aceh Besar merupakan keturunan mirip Batak. Tapi tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana masyarakat asli tersebut. H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) menyatakan di lembah Aceh Besar terdapat kerajaan Islam yang bernama kerajaan Karo. Disebutkan juga penduduk asli atau bumi putera dari ke-20 mukim bercampur dengan suku Karo. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" menyatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.
Kelompok karo di Aceh berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan ini terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dan suku Hindu yang disepakati dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo hendak berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu bertempat di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini bisa didamaikan dan sejak itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.
Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu mereka disebut sebagai kaum Ja Sandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imeum Peuet dan Kaum Tok Batee merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.
Wilayah Suku Karo
Sering terjadi kekeliruan dalam perbincangan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:
Kabupaten Karo
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi salah satu kota turis di Sumatera Utara yang terkenal dengan produk pertaniannya unggul. Seperti buah jeruk dan produk minuman terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal sampai seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo tinggal di daerah pegunungan, yaitu di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang disebut sebagai atau "Taneh Karo Simalem". Terdapat keunikan-keunikan pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, yang unik disebut terites. Terites ini disajikan saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang bernama kerja tahun. Trites ini berbahan dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa yang dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit suguhan pertama yang diberikan kepada yang dihormati.
Kota Medan
Pendiri kota Medan merupakan seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.(lahir di Aji Jahe, hidup sekitar akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17) Medan diambil dari Kata Madan,
Sebelum Guru Patimpus Sembiring Pelawi memeluk Agama Islam, dia merupakan seorang yang mempunyai kepercayaan Pemena. Guru Patimpus Sembiring Pelawi menikah dengan seorang putri Raja Pulo Brayan serta mempunyai dua anak lelaki, masing-masing bernama Kolok dan Kecik.
Setelah menikah, Guru Patimpus Sembiring pelawi dan istrinya membuka kawasan hutan di Sungai Deli dan Sungai Babura selanjutnya menjadi Kampung Medan. Tanggal kejadian ini biasanya disebut sebagai 1 Juli 1590, yang diperingati sebagai hari jadi kota Medan.
Kabupaten Deli Serdang,Kecamatan Lubuk Pakam,Kecamatan Bangun Purba,Kecamatan Galang,Kecamatan Sibolangit,Kecamatan Pancur Batu,Kecamatan Namo Rambe,Kecamatan Sunggal,Kecamatan Kuta Limbaru,Kecamatan STM Hilir,Kecamatan Hamparan Perak,Kecamatan Tanjung Morawa,Kecamatan Sibiru-biru,Kecamatan Sibiru-biru,kecamatan STM Hulu,Kabupaten Langkat,Kabupaten Aceh Tenggara
Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga),Kecamatan Simpang Simadam
Kabupaten Dairi
Wilayah Kabupaten Dairi sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopi yang sangat berkualitas. Sebagian Kabupaten Dairi yang merupakan bagian Taneh Karo Kecamatan Taneh Pinem,Kecamatan Tiga Lingga,Kecamatan Gunung Sitember
Kota Binjai
Kota Binjai merupakan daerah yang dekat kota dengan kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara.
Marga
Suku Karo mempunyai adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut untuk laki-laki, untuk perempuan disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, atau merga silima. Kelima merga tersebut adalah:
Karo-karo : Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga, Sitepu dll (Jumlah = 18)
Tarigan : Bondong, Ganagana, Gerneng, Purba, Sibero dll (Jumlah = 13)
Ginting: Munthe, Saragih, Suka, Ajartambun, Jadibata, Manik, dll (Jumlah = 16)
Sembiring: Sembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan anjing): Keloko, Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4); Sembiring simantangken biang (sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi dll (Jumlah = 15)
Perangin-angin: Bangun, Kacinambun, Perbesi,Sebayang, Pinem, Sinurat dll (Jumlah = 18)
Total semua submerga adalah = 84
Kelima merga tersebut mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara turun termurun dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.
Rakut Sitelu
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang mempunyai arti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat pada masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu kalibubu,anak beru,senina
Kalimbubu sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti. dll
Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh adalah prinsip kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yang terdiri dari delapan golongan yaitu puang kalimbubu,kalimbubu,senina,sembuyak,senina sipemeren,senina sepengalon/sedalanen,anak beru,anak beru menteri
Untuk melaksanakan upacara adat, tutur siwaluh ini terbagi lagi dalam kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan untuk pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberi isteri pada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adalah dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
Kalimbubu simada dareh berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena mereka yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah yang terdapat pada diri keponakannya.
Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena itu seseorang mengawini putri dari satu keluarga yang pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
Senina, yaitu mereka yang bersaudara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan sebagai senina yang berlainan submerga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
Sipemeren, adalah orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang yang mempunyai isteri bersaudara.
Senina Sepengalon atau Sendalanen, adalah orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
Anak beru, ysitu pihak yang mengambil isteri dari keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua merupakan anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak bisa dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dengan konteks upacara adat.
Anak beru cekoh baka tutup, adalah anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang mempunyai arti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban upacara adat. Ada juga disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
No comments:
Post a Comment
Silahkan komentar dengan bijak sesuai pembahasan