Sunday, May 28, 2017

ASAL USUL SUKU DONGGO NTB







ASAL USUL SUKU DONGGO - Suku Donggo merupakan penduduk pendatang yang bermukim di wilayah Kabupaten Dompu, serta wilayah Kabupaten Bima di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurut sumber menunjukkan bahwa wilayah asal mereka ialah dari Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, serta empat wilayah kecamatan di Kabupaten Dompu, diantaranya Kecamatan Huu, Dompu, Kempo, serta Kilo. Wilayah ini berbatasan dengan Donggo. Masyarakat Donggo menggunakan bahasa sehari hari dengan bahasa Mbojo seperti penduduk suku bangsa Mbojo (Bima).


Masyarakat Donggo menganggap mereka berasal dari wilayah Swangga, dimana tempat yang terletak di suatu pegunungan yang tinggi serta terpencil. Zaman dulu mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil, di setiap kelompok dipimpin oleh pimpinan yang disebut Naka-Niki. DI antara kelompok-kelompok kecil itu sering terjadi perang atau konflik. Mereka mengembangkan pola hidup nomaden serta hidup dari berburu. Pada zaman itu mereka sebut dengan zaman Naka-Niki Tu jug zaman "terbang" (ngemo), karena di saat itu orang yang meninggal tidak dikubur melainkan terbang serta menghilang begitu saja.

Seiring perjalanan terjadi perubahan yaitu mereka tidak lagi hidup di pegunungan. Mereka berangsur turun serta bermukim di dataran rendah dan  berkomunikasi dengan kelompok-kelompok lain. Perubahan sangat terasa di kala sudah tidak terjadi dan berkurangnya konflik antar kelompok. Selain berburu mereka mulai menetap serta bercocok tanam, dan terbentuklah kelompok-kelompok yaitu klen (rafu), dengan masuknya unsur-unsur agama Hindu.





Adat istiadat dan kelompok sosial semakin berkembang. Pemimpin kelompok yang sudah menjadi lebih besar disebut Neuhi. Di abad ke-14 kedudukan serta peranan neuhi ini sudah sangat kuat.

Pada abad ke-20 mulai masuk pengaruh agama katolim dan agama Islam. Penduduk Donggo semakin terbuka dengan dunia serta masyarakat lain. Dan lebih cepat menerima pembaharuan-pembaharuan. Semenjak mereka turun ke dataran rendah mereka bisa berkomunikasi dengan kelompok lain, di antaranya dari flores, Ambon yang menambah pengetahuan sehungga mereka menetap serta membuat rumah tinggal.


Mata Pencaharian Suku Donggo
Sudah lama, mereka melakukan pertanian ladang dengan sistem tebas bakar (ngoho). Dengan pembakaran pohon yang sudah ditebang untuk dilaksanakan pembersihan sisa bakaran (boro). Serta menjadikan lahan yang siap untuk ditanami sambil menunggu hujan, sebelum melakukan penanaman mereka mengadakan upacara raju yaitu ritual untuk menentukan hari yang baik dalam bertanam. Setelah itu dilakukan upacara kadaki untuk pengusiran hama di saat tanaman itu sudah cukup besar serta sambil menunggu masa panen.

Di samping bertani mereka juga berburu biasanya dilakukan dengan berkelompok dalam seminggu atau sebulan sekali. Masyarakat Dongu juga melakukam perburuan massal setahun sekali. Dan di bagi hasil buruanya tergantung pada tenaga serta jasa seseorang. Tetapi jika hasil buruannya cukup banyak maka daging buruan akan dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat kampung. Hasil buruan itu mereka tafsirkan dengan hasil pertanian. Jika mereka banyak memperoleh kijang (maju), maka hasil pertanian akan berkurang, tetapi jika mereka banyak memperoleh babi (wawi), maka hasil pertanian akan melimpah. Di pemukiman mereka juga berternak di antaranya ialah sapi, kuda, kambing, kerbau, ayam, serta babi. Dalam menentukan kekayaan pada masyarakat ini ialah dengan luasnya sawah, ladang, serta banyaknya ternak.


Kekerabatan Suku Donggo
Dalam Kelompok kerabat keluarga batih merupakan keluarga batih patrilineal. Yaitu seorang ayah sangat dihormati serta memiliki kekuasaan yang lebih besar. Bila terjadi perceraian maka anak-anak akan berada dipihak suami, sementara isteri akan dikembalikan kepada keluarganya dan hanya menerima benda-benda pusaka serta sebagian dari harta yang didapat sebelum bercerai. Terdapat bebrapa istilah dalam kekerabatan yaitu keluarga inti ialah ama untuk ayah, ina untuk ibu, wi untuk istri, rahi untuk suami, anak sulung disebut ulu, anak bungsu disebut cumpukai dan lain-lain. Dalam keluarga yang anggotanya selain keluarga inti, tetapi terdapat anggota kerabat lain, contohnya nenek, bibi, atau kemenakan serta kelompok kerabat, ini disebut ngge'e la'bo.

Tradisi mereka dalam perkawinan adalah dengan menjodohkan anaknya sejak masih kecil, serta sebagian besar kawin muda. perempuan sudah cukup syarat untuk kawin jika sudah datang masa haid serta sudah pandai bertenun menurut kepercayaan mereka. Dalam perkembangan tradisi ini sudah banyak berubah. Dalam masa pendekatan atau berpacaran tidak di jalankan dalam masyarakat ini. Jika seseorang anak laki-laki menginginkan seseorang gadis mereka langsung menyatakan keinginan itu kepada orang tuanya. Dan dilanjutkan orang tua laki-laki akan melakukan peminangan. Jika sudah bertunangan tradisi mereka maka se orang menantu laki-laki wajib mengabdi atau bekerja membantu calon mertuanya untuk menuju ke masa perkawinan. Serta mas kawin yang biasanya diminta ialah uang, rumah, kerbau, serta ternak.

Periode kehidupan oleh penduduk ini, ialah sesudah melahirkan dimana sang bayi disusukan oleh saudara dekat dari yang bersalin. Sekitar tujuh hari setelah melahirkan api yang berada di dapur tidak boleh mati. Dan ada upacara pemberian nama (cafe sari) setelah bayi berumur tujuh hari. Untuk masyarakat yang beragama Islam dilakukan sunatan baik laki-laki maupun perempuan. Anak laki-laki disunat pada usia 5-6 tahun. Dalam rangka sunatan itu masih ada tradisi yang dilakukan yaitu upacara berdasarkan tradisi setempat, contohnya acara mako, ialah memberi semangat kepada sang anak. Si anak sambil memegang keris mengucapkan pantun-pantun dengan diiringi gendang.


Agama dan Kepercayaan Suku Donggo
Sekarang sebagian besar masyarakat memeluk agama Islam serta ada sebagia beragama Kristen.
Masyarakat Donggo juga pernah mengenal serta mempercayai kekuatan gaib, di antaranya "Dewa Langit" (Dewa Langi), "Dewa Air" (Dewa Oi), serta "Dewa Angin" (Dewa Wango). Dewa langit merupakan Dewa yang dianggap paling berkuasa serta berada di atas awan dan matahari. Dewa Angin akan mereka puja pada saat ada wabah penyakit, sementara Dewa Air di saat ada musim kemarau panjang yang mengancam tanaman mereka.


Artikel lain :
ASAL USUL SUKU BAYAN
ASAL USUL SUKU DOMPU

No comments:

Post a Comment

Silahkan komentar dengan bijak sesuai pembahasan